Berikut Sejarah
Seperti yang telah diketahui, Umat Hindu dengan kitab sucinya Weda berasal dari India . Di awal abad masehi bahkan sebelumnya, Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan. Pertikaian antar suku-suku bangsa (Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) menang dan kalah silih berganti untuk perebutan kekuasaan yang menebabkan ketidakstabilan kehidupan beragama pada waktu itu.
Suku Saka mengahiri pertikaian itu dengan menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi. Dari sini dapat diketahui bahwa peringatan pergantian tarikh saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda. Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang.
Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebar-luaskan keseluruh daratan India dan Asia lainnya bahkan sampal ke Indonesia. Kehadiran Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka tiba di Jawa di Desa Waru Rembang Jawa Tengah tahun 456 Masehi, dimana pengaruh Hindu di Nusantara saat itu telah berumur 4,5 abad. Dinyatakan Sang Aji Saka disamping telah berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka ini, jüga dan peristiwa yang dialami dua orang punakawan! pengiring atau caraka beliau diriwayatkan lahirnya aksara Jawa onocoroko doto sowolo mogobongo padojoyonyo. Karena Aji Saka diiringi dua orang punakawan yang sama-sama setia, samasama sakti, sama-sama teguh dan sama-sama mati dalam mempertahankan kebenaran demi pengabdiannya kepada Sang Pandita Aji Saka.
Rangkaian peringatan Pergantian Tahun Saka
Peringatan tahun Saka di Indonesia dilakukan dengan cara Nyepi (Sipeng) selama 24 jam dan ada rangkaian acaranya antara lain :
- Upacara melasti, mekiyis dan melis. Intinya adalah penyucian bhuana alit (diri kita masing-masing) dan bhuana Agung atau alam semesta ini. Dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan dan segara. Dalam Rg Weda II. 35.3 dinyatakan "Apam napatam paritasthur apah" (Air yang murni baik dan mata air maupun dan laut, mempunyai kekuatan yang menyucikan).
- Tawur Agung/mecaru di setiap catus pata (perempatan) desa/pemukiman, lambang menjaga keseimbangan. Keseimbangan buana alit, buana agung, keseimbangan Dewa, manusia Bhuta, sekaligus merubah kekuatan bhuta menjadi div/dewa (nyomiang bhuta) yang diharapkan dapat memberi kedamaian, kesejahteraan dan kerahayuan jagat (bhuana agung bhuana alit). Dilanjutkan pula dengan acara ngerupuk/mebuu-buu di setiap rumah tangga, guna membersihkan lingkungan dari pengaruh bhutakala. Belakangan acara ngerupuk disertai juga dengan ogoh-ogoh (symbol bhutakala) sebagai kreativitas seni dan gelar budaya serta simbolisasi bhutakala yang akan disomyakan. (Namun terkadang sifat bhutanya masih tersisa pada orangnya).
- Nyepi (Sipeng) dilakukan dengan melaksanakan catur brata penyepian ; Amati Karya (tidak bekerja), Amati Geni (tidak menyalakan api atau cahaya), Amati Lelungan (tidak boleh bepergian dan Amati Lelanguan (tidak boleh makan dan minum).
- Ngembak Geni. Mulai dengan aktivitas baru yang didahului dengan mesima krama (saling bermaaf-maafan) di lingkungan keluarga, teman-teman dan warga terdekat (tetangga).
Sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka memperingati pergantian tahun baru saka itu adalah untuk menjaga agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis serta sejahtera dan damai. Bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan lahir batin kita ke depan dengan berpijak pada pengalaman selama ini. Maka dengan peringatan pergantian tahun baru saka (Nyepi) umat telah melakukan dialog spiritual kepada semua pihak dengan Tuhan yang dipuja, para leluhur, dengan para bhuta, dengan diri sendiri dan sesama manusia demi keseimbangan, keharmonisan, kesejahteraan, dan kedamaian bersama.
Nyepi adalah renungan kesadaran untuk pengendalian diri. Dharma santi adalah dialog sesama demi keseimbangan hidup lahir bathin.
>>Parisada Hindu Bali
(Jalanan saat nyepi, hanya tampak beberapa pecalang
>>Hanabee<<
No comments:
Post a Comment